Kamutar Telu Center (KTC) Kabupaten Sumbawa Barat NTB
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
الله أَكْبَرُ
، الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ
الله أَكْبَرُ
كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحاَنَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً
لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ ، صَدَقَ وَعْدَهُ ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ
، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ
لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ وَِللهِ اْلحَمْدُ
أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ
ُمحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اللهُمَّ صَلِّ
عَلىَ سَيِّدِناَ ُمحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِالْهُدَى إِلىَ يَوْمِ الْقِياَمَةِ. أَماَّ بَعْدُ.
Hadirin-hadirat
rahimakumullah!
Semenjak
usai Ashar kemarin, menjelang akhir Ramadhan dan awal Syawwal 1434 H. kita dan
seluruh umat Islam telah mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil
sebagai ekspresi dari besarnya kesyukuran kita kepada Allah Azza wa Jalla,
karena berkat rahmat-Nya kita dapat menyelesaikan kewajiban kita beribadah
selama bulan Ramadhan.
Kita
bersyukur karena kita sudah menjalani proses rehabilitasi total yang mencakup
jasmani dan ruhani kita, mencakup mental spiritual kita, melalui serangkaian
amal ibadah selama bulan suci Ramadhan. Pada siang hari kita berpuasa dan pada
malam hari kita mendirikan amalan-amalan sunat. Sepanjang Ramadhan kita isi
dengan pengendalian hawa nafsu, kita perkuat sisi-sisi kebaikan yang ada pada
diri kita dengan memperbanyak sabar, memperbanyak sedekah, sambil kita perlemah
sisi-sisi negatif yang ada pada diri kita. Insyaallah kita telah mampu meraih
rahmat di bagian awal Ramadhan, meraih maghfirah di pertengahan
Ramadhan, dan meraih itqun minan nar di akhir Ramadhan.
Pada
hakekatnya, Allah telah mendatangkan Ramadhan dalam siklus tahunan kehidupan
kita untuk memperbaiki kualitas kemanusiaan kita, untuk merehabilitasi kualitas
fitrah kita. Oleh karena itu, perkenankan kami ucapkan selamat, minal aidin
wal faizin.
Ungkapan
Minal Aidin wal Faizin terdiri dari dua ungkapan doa, yaitu minal
aidin dan minal faizin. Minal aidin berarti “semoga termasuk
dalam golongan orang-orang yang kembali ke fitrahnya”; Minal faizin
berarti “semoga termasuk dalam golongan orang-orang yang sukses mengikuti
program rehabilitasi fitrah”.
Doa
tersebut mengandung isyarat peneguhan fitrah. Itulah alasannya mengapa hari
raya ini disebut dengan Idul Fitri yang berarti Hari Raya Fitrah.
Jamaah Idul Fitri
rahimakumullah!
Kata
fitrah yang secara eksplisit dikaitkan dengan manusia disebutkan dalam surat
ar-Rum 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفاً، فِطْرَةَ
اللهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهاَ، لاَ تَبْدِيْلَ ِلخَلْقِ اللهِ ، ذلِكَ
الدِّيْنُ الْقَيِّمُ،
Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam keadaan lurus!
Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan pada ciptaan
Allah. Itulah agama yang lurus.
Ditegaskan pula dalam
hadits Rasulullah riwayat Bukhari dan Muslim:
ماَ مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ
الْفِطْرَةِ فَأَبَواَهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ ُيمَجِّساَنِهِ.
Tidak ada seorang anak pun kecuali dilahirkan menurut fitrah. Kedua
orangtuanyalah yang menjadikan mereka yahudi, nashrani, atau majusi.
Dalam
memahami makna fitrah para ulama memberikan pengertian yang beragam.
Pengertian-pengertian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kutub: kutub
penciptaan dan kutub agama.
Al-Biqa’i
menyebut fitrah sebagai ciptaan pertama dan tabiat awal yang Allah ciptakan
manusia atas dasarnya. Menurut Thahir Ibnu ‘Asyur, Fitrah adalah unsur-unsur
dan sistem yang Allah anugerahkan kepada setiap makhluk. Fitrah manusia adalah
apa yang diciptakan oleh Allah dalam diri manusia yang terdiri dari jasad dan
akal (serta jiwa). Para ahli psikologi kemudian mengisitilahkan fitrah sebagai
suatu sistem potensi yang dimiliki oleh manusia sejak kelahirannya. Achmad Mubarok
mengatakan bahwa fitrah manusia adalah potensi psikologis dan rohaniah yang
sudah ada dalam desain awal penciptaannya, baik potensi yang mendorong kepada
hal-hal yang positif maupun yang mendorong kepada hal-hal yang negatif.
Demikian diantara penjelasan fitrah pada kutub penciptaan.
Sedangkan
pada kutub agama, fitrah dipahami sebagai Islam dan tauhid. Pengertian inilah
yang banyak dijelaskan dalam banyak kitab tafsir, apalagi jika diamati dengan
cermat keseluruhan ayat Ar-Rum 30 tersebut, dimana pada awal ayat disebutkan
“maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam keadaan lurus” dan pada
akhir ayat disebutkan “Itulah agama yang lurus”. Ibnu Katsir menafsirkan fitrah
sebagai agama yang lurus, yaitu agama yang diajarkan oleh para nabi dan Rasul,
agama yang hanif (lurus) yang berakhir dan berpuncak pada agama Islam.
Kedua
kutub pemahaman tersebut bukanlah kutub-kutub yang berlawanan seperti
kutub-kutub magnet, tetapi kutub-kutub yang saling melengkapi dari perspektif
yang berbeda. Jika kedua kutub pengertian fitrah tersebut digabungkan maka
fitrah adalah seperangkat potensi-potensi asli yang ada pada manusia sejak awal
penciptaannya yang sesuai dengan ajaran Allah melalui agama yang hanif (lurus)
yaitu Islam.
Dalam
ungkapan di atas terdapat dua komponen dari pengertian fitrah manusia, yaitu
seperangkat potensi asli sejak awal penciptaan. Fitrah ini dinamakan Fitrah
Penciptaan. Yang kedua adalah ajaran Allah berupa agama Islam yang menjadi
pedoman. Fitrah ini dinamakan Fitrah Hidayah.
Ibarat
sebuah komputer dengan teknologi yang sangat canggih dan memiliki banyak fitur
yang sangat bermanfaat, disertai banyak tombol dan menu yang terpampang pada
layar sentuh. Di dalam paket komputer tersebut disertakan panduan tata-cara
penggunaan dan pengoperasian komputer dalam bentuk hardcopy ataupun softcopy.
Setiap pengguna dianjurkan untuk membaca panduan dan mengoperasikan komputer
tersebut sesuai panduan, dengan peringatan bahwa operasi komputer yang
menyalahi panduan bisa mengakibatkan terjadinya gangguan dan disfungsi
sebagaimana mestinya.
Jamaah Idul Fitri
rahimakumullah!
Kembali
kepada firman Allah bahwa “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya”
dan sabda Rasulullah bahwa “Setiap orang dilahirkan dalam fitrah” maka dapat
dipahami bahwa fitrah merupakan titik awal dari perjalanan hidup manusia di
dunia.
Manusia
terlahir bukanlah ibarat kertas putih bersih kosong seperti konsep tabularasa
milik John Lock. Manusia lahir dengan membawa tugas pengabdian kepada Sang
Khaliq (Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku – QS. Adz-Dzariyat 56), berfungsi sebagai khalifah di muka bumi
(Sesungguhnya Aku menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi – QS.
Al-Baqarah 30), dan sudah memiliki warna tauhid rububiyah (Dan ingatlah ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul, Engkau Tuhan kami, kami
menjadi saksi." - QS. Al-A’raf `
172). Manusia lahir dengan memikul amanat besar berupa tugas dan fungsi
tersebut di atas (Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia –
QS. Al-Ahzab 72).
Jika
manusia lahir dengan tugas, fungsi, kesaksian, dan amanat tersebut, maka
hal-hal tersebut adalah bagian dari fitrah penciptaan. Dan jika Allah
menciptakan manusia untuk hal-hal tersebut, maka Allah juga pasti akan
membekali manusia dengan semua potensi yang diperlukan oleh manusia untuk
menjalankan semua tugas dan fungsinya, membuktikan kesaksiannya, dan menunaikan
amanatnya. Potensi ini pun bagian dari fitrah penciptaan juga. Dengan demikian,
manusia terlahir dengan fitrah, dan Fitrah menjadi titik awal perjalanan
hidupnya di dunia ini.
Segala
sesuatu di alam ini, selalu bermula dari suatu titik awal untuk kemudian meniti
setiap titik yang berderet rapat membentuk sebuah garis yang mengarah dan
berakhir pada suatu titik akhir. Titik awal pastilah tetap dan tertentu, namun
titik akhir masih relatif dan belum bisa dipastikan letaknya karena dipengaruhi
oleh perjalanan meniti titik-titik proses yang dipilih, apakah kemudian garis
yang terbentuk oleh titian titik-titik proses tersebut lurus ataukah bengkok.
Yang dikehendaki tentulah sebuah garis lurus. Seperti itulah ibarat kehidupan
manusia di dunia.
Manusia
yang berawal dari titik fitrah, diharapkan terus meniti fitrahnya dalam
perjalanan kehidupan, mengikuti ajaran agama yang lurus, fitrah hidayah, hingga
manusia sampai pada titik akhir hidupnya di dunia ini tetap dalam fitrahnya.
Manusia
hendaknya berpedoman kepada fitrah hidayah agar fitrah penciptaannya tetap
lurus dalam meniti proses perjalanan hidupnya. Demikianlah kandungan perintah
pada awal ayat 30 dari surat Ar-Rum tersebut di atas, “Maka hadapkanlah wajahmu
kepada agama (Islam) dalam keadaan lurus!” dengan kata lain: tetap tegaklah
berpedoman secara konsisten (istiqamah) kepada ajaran agama Islam, karena
dengan cara demikian, maka potensi yang ada pada dirimu akan berkembang dengan
lurus meniti proses kehidupan, sehingga kamu dapat menjalankan semua tugas,
fungsi, kesaksian, dan amanat seperti yang dikehendaki.
Demikian
pula yang dikandung pada bagian akhir ayat tersebut, “Itulah agama yang lurus”
sebagai penegasan dari penjelasan di atas.
Jika
sepanjang proses kehidupan titik-titik yang dilalui adalah titik-titik fitrah,
terwujudlah perjalanan yang tetap, tenang, tidak terombang-ambing, tidak
tersesat jauh. Andaikan terseret sedikit keluar jalur, berusaha kembali ke
jalur fitrah, maka dapat diduga kuat bahwa titik akhirnya adalah titik fitrah
juga. Manusia akhirnya kembali ke Tuhannya dengan fitrahnya.
Ungkapan
kembali ke fitrah bermaksud bahwa sepanjang kehidupannya manusia terlalu sulit
untuk bisa bebas dari kelupaan, atau luput dari kesalahan, atau selamat dari
ketergelinciran. Tetapi sepanjang hayat masih dikandung badan, manusia masih
memiliki kesempatan untuk kembali ke fitrahnya lagi, mengingat semua tugas,
fungsi, kesaksian, dan amanatnya, serta kembali menunaikan semua kewajiban
kehidupannya.
Jamaah Idul Fitri
rahimakumullah!
Manusia
memiliki potensi yang bisa menjurus ke arah positif, namun bisa juga menjurus
ke arah negatif. Ini dari aspek fitrah penciptaan. Sedangkan dari aspek fitrah
hidayah, dapat dipastikan selalu benar. Bila potensi manusia berkembang
menjurus ke arah yang positif, berarti manusia tersebut berjalan selaras dengan fitrah. sebaliknya, jika potensinya
berkembang menjurus ke arah negatif, maka manusia tersebut menyimpang
dari fitrah.
Bisa
dikatakan bahwa faktor utama penyimpangan manusia dari fitrah adalah tipu daya
setan, sebab pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan kepada kebaikan, ke
arah yang positif. Hal tersebut karena Allah telah membekali manusia dengan
akal dan hati nurani, bahkan Allah pun sudah memberikan hidayah agama. Adapun
pemberian nafsu bukanlah potensi untuk kejelekan atau kejahatan, karena pada
dasarnya nafsu diberikan untuk kemaslahatan kehidupan manusia jika nafsu
tersebut dikendalikan pada batas yang wajar.
زُيِّنَ لِلناَّسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ
النِّسَآءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَناَطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَاْلخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعاَمِ وَاْلحَرْثِ ، ذلِكَ
مَتاَعُ اْلحَياَةِ الدُّنْياَ ، وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَئاَبِ .
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap apa-apa
yang diinginkannya, yaitu wanita, anak-anak, harta yang melimpah (terdiri) dari
emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (QS. Ali Imran 14).
Allah
mengembankan tugas dan amanat kepada manusia, namun Allah juga memberi manusia
kesenangan dalam kehidupan di dunia. Manusia dipersilahkan untuk menikmati
kesenangan yang disediakan oleh Allah tersebut, tetapi bukan tanpa batas
ataupun tanpa hikmah selain kesenangan itu sendiri. Inilah di antara bentuk
ujian yang diberikan, bahwa di setiap kesenangan dan kenikmatan yang diberikan
oleh Allah selalu disertai dengan batasan dan hikmah lain.
Batas-batas
itulah yang diperalat oleh setan untuk menjerumuskan manusia kepada
penyimpangan fitrah.
Kecintaan
kepada lawan jenis dan hasrat seksual adalah nikmat dan kesenangan yang
diberikan kepada manusia, namun Allah menggariskan suatu kondisi bahwa hubungan
kelamin antara laki-laki dan perempuan memberi dampak ikutan berupa pertemuan
sperma dan ovum yang berakibat kepada lahirnya keturunan. Jika perkawinan
sperma dan ovum itu terjadi, maka janin tersebut akan ditempatkan di rahim yang
ada di perut perempuan.
Mengingat
bahwa pelampiasan hasrat seksual tersebut berdampak kepada banyak hal yang
besar, maka Allah mengajarkan bahwa hubungan kelamin hanya dihalalkan di dalam
suatu ikatan perkawinan yang memuat seperangkat tanggung jawab, kewajiban, dan
hak bagi kedua orang yang berhubungan tersebut. Di luar ikatan perkawinan
tersebut, maka segala bentuk hubungan kelamin dilarang dengan keras,
diharamkan.
Di
sinilah tempat bermainnya Iblis dan bala tentaranya. Setan hanya memperlihatkan
di mata nafsu manusia kenikmatan dari hubungan seks dan segala sesuatu yang
mendekatkan kepada hubungan seks, pada waktu yang sama setan mengaburkan aturan
dan hikmah dari hubungan seks tersebut. Jika kemudian manusia terjerat dalam
tipu dayanya, kemudian terjerumus dalam dampak yang timbul dari hubungan seks
yang dilakukannya, setan berlepas diri dan meninggalkan korbannya dengan penuh
kemenangan.
Demikianlah
yang akhirnya banyak terjadi. Berbagai bentuk perzinaan, pelacuran,
perselingkuhan, pemerkosaan, pornografi, pornoaksi, aborsi, dan pembunuhan bayi
banyak mewarnai kehidupan manusia yang dirasakan semakin tidak harmonis dan
tidak kondusif bagi manusia itu sendiri. Orang tua sangat mengkhawatirkan
anak-anak gadisnya, suami dan istri saling curiga dan tidak merasa tenang,
rumah tangga bukannya menjadi sorga bagi penghuninya, namun justru menjadi
neraka, masyarakat gelisah dengan lingkungan yang ‘kotor’, dan lain sebagainya.
Begitulah kondisi yang timbul akibat perilaku yang menyimpang dari fitrah. Ini
hanyalah sebuah contoh penyimpangan pada aspek kecintaan terhadap lawan jenis
dan hasrat seksual.
Andaikan
manusia tidak tunduk pada tipu daya setan dan dengan kekuatan akal, hati dan
jiwanya tetap teguh selaras dengan fitrah, dia hanya melampiaskan hasrat
seksualnya dalam perkawinan yang penuh tanggung jawab, masing-masing suami dan
istri menyadari dan menunaikan kewajiban dan hak masing-masing, kemudian
keduanya membangun rumah tangganya dengan penuh kedamaian, penuh dengan hasrat
cinta dan kasih-sayang, maka sang suami akan tenang bekerja mencari nafkah bagi
keluarganya karena yakin bahwa istrinya akan menjaga kehormatan diri dan
keluarga, sang istri akan tenang bekerja dan melayani suami dan anak-anaknya
karena yakin bahwa suaminya akan menjaga kehormatan diri dan keluarga,
anak-anakpun tumbuh dalam bimbingan yang baik dan penuh kedamaian, orang tua tidak
gelisah dan khawatir terhadap anak-anak mereka, rumah tangga laksana sorga
dunia, masyarakat sekitar pun merasa tenang dan ikut berbahagia. Jika kondisi
ideal pada satu keluarga ini terjadi juga pada keluarga-keluarga lain dalam
suatu lingkungan, suatu desa, suatu negeri, dapat dibayangkan betapa indahnya
kehidupan manusia. Karunia dari keselarasan hidup dengan fitrah.
Sungguh, Allah sudah
mengingatkan hal tersebut:
يَآ أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آَمَنُوْا ادْخُلُوْا
فيِ السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطاَنِ ، إِنَّهُ
لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, dia
musuh yang nyata bagi kalian (QS. Al-Baqarah 208)
Dengan
kata lain, Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan iman Islam, masuklah
sepenuhnya ke dalam Islam, ikuti dan terapkan sepenuhnya ajaran Islam, pahami
sepenuhnya aturan dan hikmah Islam. Jangan hanya mengambil sebagian yang
disukai dan meninggalkan sebagian yang tidak disukai, karena seperti itulah
cara setan mempedayakan kalian. Jangan ikuti
langkah tipu daya setan yang akan menjebak dan menjerumuskanmu, karena
setan itu adalah musuhmu yang sesungguhnya, yang dengan sengaja merancang
kehancuran hidup kalian, baik di dunia, maupun di akherat.
Contoh
lain tentang akibat keselarasan dan penyimpangan fitrah adalah dalam hal
kecintaan terhadap harta, Allah memang menghamparkan langit dan bumi untuk
kepentingan kesejahteraan hidup manusia. Allah menganugerahkan harta bagi
manusia sebagai sarana dan prasarana yang digunakan oleh manusia dalam
menunaikan tugas, fungsi, kesaksian, dan amanat kehidupannya. Manusia dipersilahkan
untuk mendapatkan harta dan memanfaatkan seoptimal mungkin. Namun demikian,
seperti lazimnya, dalam kesenangan harta ini pun, terdapat batasan dan hikmah.
Tidak
ada batasan tentang seberapa banyak manusia boleh memiliki dan memanfaatkan
harta. Batasan yang ada adalah bahwa harta tersebut harus diperoleh dengan cara
yang halal dan baik. Hikmah yang dititipkan pada pemilikan harta tersebut
adalah bahwa harta tersebut hendaknya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat
dan tidak disia-siakan atau dimubazirkan. Hikmah berikutnya adalah bahwa pada
harta yang dimiliki tersebut terdapat hak orang lain, sehingga tidak 100% harta
yang dimiliki oleh seseorang menjadi haknya. Dengan demikian, meskipun cara
mencari dan memperoleh harta tersebut sudah halal dan baik, namun jika hak
orang lain masih belum dikeluarkan, maka harta tersebut belum bersih.
Seperti
biasanya, setan bermain pada sisi kenikmatan dan kesenangan saja, sambil
mengaburkan aturan dan hikmah yang ada. Mata nafsu manusia disilaukan oleh
kenikmatan dan kesenangan harta, kehidupan enak, mudah, mewah, konsumersime,
dan hedonisme. Pada rasio nafsu manusia dicekoki pemikiran bahwa tak ada beda
kenikmatan yang dirasakan oleh manusia, apakah harta itu diperoleh dengan cara
yang halal ataupun cara yang haram, yang penting harta tersebut bisa diperoleh,
dan bila setelah dengan susah-payah mencari dan memperoleh harta, manusia
berhak dengan sesuka hatinya untuk menggunakannya, bahkan tak ada logikanya
tentang hak orang lain pada harta yang diperoleh.
Manusia
yang terjebak dalam tipu daya setan dan membenarkan logika tersebut dengan
membabi-buta mencari harta, tak peduli baik atau buruk, tak peduli halal atau
haram, tak peduli seberapa banyak dan seberapa besar korban yang
diakibatkannya. Manusia tersebut menjadi sangat kikir, bakhil, dan tak mau tahu
orang lain. Akibatnya, rasa khawatir dan was-was tentang keamanan diri dan
hartanya selalu menghantui, hidupnya tak tenang, hati dan otaknya tak pernah
istirahat dari rasa takut, gelisah, dan curiga. Pada saat yang sama, tumbuhlah
rasa benci orang lain atas kekikirannya, ancaman untuk mengambil hartanya atau
mencelakainya, dan seterusnya. Inilah kondisi penyimpangan dari fitrah.
Andaikan
manusia tersebut teguh dalam keselarasannya dengan fitrah, maka dia akan tetap
menahan diri untuk hanya memperoleh harta dengan cara yang halal dan baik,
menyadari bahwa perolehan hartanya adalah karunia dari Allah, sehingga tumbuh
di hati, jiwa, dan pikirannya rasa syukur, kemudian menyadari bahwa di dalam
hartanya ada hak orang lain, maka dia mengambil sebagian dari hartanya untuk
dizakatkan dan disedekahkan. Manusia tersebut akan merasakan kedamaian di hati
dan jiwanya, bukan dia yang diperbudak oleh harta, namun dia yang mengendalikan
harta, dengan menggunakannya untuk setiap kebaikan yang bisa dijangkaunya.
Karena kedermawanannya, orang-orang di sekitarnya mencintai dan menyayangi,
bahkan ikut menjaga diri dan hartanya. Andaikan semua orang yang mendapat
anugerah kekayaan harta seperti gambaran orang tersebut, betapa harmonis dan
damainya kehidupan di dunia ini. Itulah berkah dari keselarasan dengan fitrah.
Jamaah Idul Fitri
rahimakumullah!
Demikianlah
contoh-contoh yang dapat dianalogikan terhadap aspek-aspek lain dalam kehidupan
manusia, seperti kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, politik, hukum,
dan seterusnya. Penyimpangan dari fitrah akan berdampak sangat destruktif
terhadap kehidupan manusia, dan hanya dengan kembali selaras dengan fitrah,
kehidupan yang harmonis, aman, tenteram, dan damai dapat diwujudkan.
Manusia
hendaknya berupaya untuk terus stabil berada pada jalur fitrahnya sampai pada
batas akhir perjalanan hidupnya.
يَآ أَيَّتُهاَ النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ، اِرْجِعِيْ إِلىَ رَبِّكِ
رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً ، فَادْخُلِيْ ِفيْ عِباَدِيْ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ.
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang
ridha dan diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan
masuklah ke dalam sorga-Ku (QS. Al-Fajr 27 – 30)
اللهُمَّ صَلِّ
عَلىَ سَيِّدِناَ ُمحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْساَنٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ
اغْفِرْ للِمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِناَتِ، وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلماَتِ،
اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ أَنْتَ سمِيْعٌ قَرِيْبٌ مجِيْبُ
الدَّعَواَتِ وَقاَضِيَ اْلحاجاَتِ.
رَبَّناَ
آتِناَ فيِ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفيِ اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذاَبَ
الناَّرِ
سُبْحاَنَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَماَّ يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ اْلمُرْسَلِيْنَ
وَالحمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعاَلمِيْنَ
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
KH. AMIR MA’RUF HUSEIN, SPdI., MM
WAKIL REKTOR I
UNIVERSITAS
CORDOVA INDONESIA
TALIWANG KSB
0 komentar:
Posting Komentar