Sayakah Guru 5 Centi Itu?


Sekarang ini Indonesia sedang banyak masalah karena guru-guru dan dosen-dosennya – maaf – sebagian besar hanya pintar 5 centi dan mereka mau murid-murid nya sama seperti mereka (Rheinlad Khasali)

Postingan President PPIJ Kumamoto, Raden Dharmawan, di miling list beberapa saat yang lalu melecut perdebatan panjang tentang esensi pendidikan yang kita jalani, antara keyakinan akan keberhasilannya dengan kekawatiran-kekawatiran kegagagalannya. Keyakinan akan keberhasilan itu muncul seiring bertambah pedulinya pemerintah terhadap pendidikan. Program-program unggulan pemerintah semisal BOS, RSBI, buku elektronik, sertifikasi, diyakini akan menambah daya bakar kinerja pendidikan kita. Di sisi lain, kekawatiran-kekawatiran yang muncul banyak terkait dengan persoalan output dan kinerja tenaga kependidikan yang juga masih sangat lamban, bahkan terkesan jalan di tempat. Terjebaknya banyak pendidik pada hasil ketimbang proses mendorong nilai raport lebih penting dari penguasaan dan internalisasi ilmu dalam kehidupan sang anak didik. Karenanya telah banyak benang kusut yang diurai untuk mencaritahu di balik semua fenomena pendidikan kita terkini ini. Dan uraian Rheinald Khasali dalam cuplikan tulisan di atas mungkin semakin memperjelas titik pusat kelemahan pendidikan kita.

Jangan Bunuh Karakter


Satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. penduduk primitif di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dan ditumbangkan dengan kapak.


Kiat Sukses Wawancara Beasiswa

Seorang bijak berkata, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit, setidaknya jika kau jatuh, akan jatuh diantara bintang-bintang”. Cita-cita, bagi sebagian orang adalah impian kosong belaka. Ada yang menganggap cita-cita sebuah gambar abstrak kehidupan, bahkan ada yang memposisikan cita-cita sebagai angan-angan panjang yang tak jelas dan hanya bualan saja. Namun bagi saya, cita-cita ibarat bintang di langit, itu akan saya jadikan penunjuk bagi arah perjalanan hidup ini.

Nama saya cukup singkat, Salwa. Orang-orang memanggilku Wawa. Saya alumni Universitas Negri Malang (d/h IKIP Negeri Malang), jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Kini Bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas Islam Negri Malang. Sebelum menjadi dosen,saya pernah bekerja sebagai tentor di salah satu lembaga bimbingan belajar.