Minggu, 10 Juni 2012 | By Amir Maruf Husein
Sesaat
setelah rohku berpisah dengan jasad, yaitu ketika aku mulai memasuki
alam kehidupan yang baru, apakah aku dapat tersenyum menjumpai malaikat
yang memberikan salam kepadaku:
1. “Wahai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau dunia yang meninggalkanmu?”
2. “Wahai anak Adam, engkaukah yang merengkuh dunia, atau dunia yang merengkuhmu?”
3. “Wahai anak Adam, engkaukah yang mematikan dunia, atau dunia yang mematikanmu?”
Ketika jasadku digeletakkan menunggu untuk dimandikan, mampukah aku
tegar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat kepadaku:
1. “Wahai anak Adam, dimanakah tubuhmu yang kuat itu, mengapa engkau tidak berdaya?”
2. “Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang lantang dulu, mengapa kini kau terdiam?”
3. “Wahai anak Adam, dimakah orang-orang yang mengasihimu, mengapa kini mereka membiarkanmu tergeletak sendirian tanpa daya?”
Sewaktu mayatku dibaringkan di atas kain kafan, siap dibungkus, mampukah aku menuruti apa yang dikatakan malaikat:
1. “Wahai anak Adam, bersiaplah engkau pergi jauh tanpa membawa bekal!”
2. “Wahai anak Adam, pergilah dari rumahmu dan janganlah kembali!”
3. “Wahai anak Adam, naiklah tandu yang tidak akan pernah engkau nikmati lagi setelah itu!”
Tatkala jenazahku dipikul di atas keranda, sanggupkah aku bersikap
anggun seperti seorang raja yang ditandu prajurit, ketika malaikat
berseru kepadaku:
1. “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila engkau termasuk orang-orang yang bertobat.”
2. “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila selama di dunia engkau selalu taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.”
3. “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila yang menjadi teman
abadimu di dalam kubur adalah ridha Allah, celakalah engkau apabila
teman abadimu murka Allah.”
Ketika aku dibaringkan untuk disholati, akankah diriku mampu bersikap ‘manis’ tatkala malaikat berbisik di telingaku:
1. “Wahai anak Adam, semua perbuatan yang telah engkau lakukan akan engkau lihat kembali.”
2. “Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam amal saleh maka bergembiralah.”
3. “Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam
kemaksiatan menuruti nafsu, maka sambutlah penderitaan akibat
keenggananmu mengabdi kepada-Nya!”
Sewaktu jasadku berada
di tepi kubur siap untuk diturunkan ke liang lahat, akankah lidahku kelu
menjawab pertanyaan malaikat yang berbisik lirih:
1. “Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah cacing ini?”
2. “Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah yang gelap ini?”
3. “Wahai anak Adam, siapakah temanmu yang kau ajak menemanimu dalam penantian panjang ini?”
Tatkala aku sudah diletakkan di liang kubur, masih mampukah aku
tersenyum menjawab ucapan selamat datang yang disampaikan bumi kepadaku:
1. “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergelak tawa,
kini setelah berada di perutku apakah engkau akan tertawa juga, ataukah
engkau akan menangis menyesali diri?”
2. “Wahai anak Adam, ketika
berada di punggungku engkau bergembira ria, kini setelah berada di
perutku apakah kegembiraan itu masih tersisa, ataukah engkau akan
tenggelam dalam duka nestapa?”
3. “Wahai anak Adam, ketika berada di
punggungku engkau bersilat lidah, masihkah kini engkau ‘bernyanyi’
ataukah engkau akan diam membisu seribu bahasa bergelut dengan
penyesalan?”
Setelah aku sendiri terbujur kaku dihimpit bumi
tanpa daya dalam liang lahat, sementara sanak keluargaku beserta
teman-teman karibku pulang ke rumahnya masing-masing, akankah kecemasan
menguasai diriku ketika Allah SWT berfirman, “Wahai hamba-Ku, sekarang
engkau terasingkan sendirian. Mereka telah pergi meninggalkan engkau
dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal dulu engkau membangkang tidak
mau taat kepada-Ku semata-mata untuk kepentingan mereka. Balasan apa
yang engkau peroleh dari mereka? Masih pantaskah engkau mengharap
surga-Ku?”
Disalin dari dinding facebook Heriyanto Nurcahyo
0 komentar:
Posting Komentar