Aku Dulu Tak Bercita-Cita Menjadi Guru

Seorang kawan pernah bertutur, “Aku dulu tak bercita-cita menjadi guru...”
Berikut adalah cerita kawan tersebut hingga akhirnya dia mengabdikan hidupnya sebagai seorang guru.
Dalam suatu resepsi kesyukuran atas peresmian penggunaan rumah ibadah dan gedung serbaguna yang megah, fasilitas yang sangat dibutuhkan dan dibanggakan oleh masyarakat setempat, majulah seorang wakil rakyat. Masyarakat sangat mengelu-elukan dan membanggakan wakil rakyat tersebut karena dia memang lahir dan sempat mengenyam pendidikan hingga tamat SD di kota tempat diresmikannya rumah ibadah dan gedung serbaguna yang megah tersebut.

Baru saja wakil rakyat tersebut berdiri di mimbar, para hadirin memberikan standing applause, seakan menyatakan terima kasih atas jasa sang wakil rakyat yang telah memperjuangkan pendirian rumah ibadah dan gedung serbaguna dari dana pemerintah pusat. Sang wakil rakyat dengan senyum lebar mengucapkan terima kasih dan mempersilahkan para hadirin duduk. Matanya menyapu semua penjuru ruangan di gedung serbaguna tersebut untuk menyapa semua hadirin. Namun tiba-tiba sapuan matanya terhenti, tatapannya tertumpu pada seorang lelaki tua yang tampak sederhana dan sedang menatapnya dengan senyuman bahagia.

Senyum di bibir sang wakil rakyat menghilang, dia memulai sambutannya, “Hadirin sekalian... terima kasih atas sambutan yang sangat hangat untuk saya. Tapi... sebenarnya yang berhak mendapatkan apresiasi yang tinggi ini bukanlah saya, tetapi....”

Sang wakil rakyat tersebut tiba-tiba turun dari panggung menuju orang lelaki tua yang terus ditatapnya, dan apabila di hadapan lelaki tua tersebut, sang wakil rakyat memeluknya dan menciumnya, tubuhnya bergetar menahan tangis, kemudian ditarik tangan lelaki tua tersebut dan dibimbingnya menuju ke atas panggung, menuju mimbar.

Sejenak setelah dia menenangkan emosinya, mengusap air matanya dengan sapu tangan, dia melanjutkan sambutannya, “Bukan saya, tetapi beliau, yang mengajari saya membaca dan menulis...Apresiasi yang tinggi adalah untuk Pak Dedi, guru saya di SD. Terima kasih Pak...”

Suasana yang tadinya semarak berubah menjadi syahdu, tawa canda berganti tangis haru.

“Sejak aku saksikan peristiwa itu, keinginanku hanya satu, menjadi guru...!”