5 Hidayah

Muqaddimah
Surat Al-Fatihah yang disebut juga sebagai ummul kitab (induk kitab) merupakan salah satu rukun bacaan dalam shalat yang mesti kita baca setiap rakaat di saat kita berdiri. Siapa yang tidak membacanya dalam setiap rakaat, maka tidak sah shalatnya.
Keistimewaan surat al-Fatihah ini kemudian menjadi salah satu pintu masuk kaum non muslim untuk menyerang Islam dengan menyatakan bahwa sebenarnya kaum muslimin masih ragu tentang kebenarannya, masih tersesat, sehingga mesti memohon petunjuk dari Tuhan di setiap rakaat shalatnya, yaitu dengan menyebut ihdinas shirathal mustaqim (tunjukilah kami jalan yang lurus). Ayat tersebut adalah ayat ke-6 dari surat Al-Fatihah.
Tulisan ini – harus diakui – sebagai reaksi atas fenomena serangan tersebut, bukan untuk menjawab para agresor tersebut, tetapi untuk memberi pemahaman kepada saudara-saudara seiman dan seislam bahwa pilihan kita memang sudah tepat dan benar.

Hidayah dan Jenisnya
Hidayah dalam hampir semua tafsir dijelaskan bermakna petunjuk atau bimbingan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, di dunia dan di akherat. Petunjuk berarti pemberitahuan arah dan rambu, sedangkan bimbingan mengandung makna tuntunan praktis sejak tahap awal hingga tahap akhir.
Meninjau makna kontekstual hidayah yang tersebar di banyak tempat dalam Al-Qur’an, maka diketahui ada beberapa jenis hidayah sebagai berikut:
1.        Hidayah Naluri Insting, هداية الوجدان
Hidayah naluri insting dikaruniakan oleh Allah kepada manusia sejak awal penciptaan. Hidayah dalam jenis ini bermuatan bimbingan yang sudah jadi. Seorang bayi menangis jika merasa tidak nyaman karena lapar, haus, atau basah pakaiannya adalah contoh dari hidayah naluri insting.
2.        Hidayah Indera, هداية الحواس
Hidayah Indera melengkapi hidayah naluri pada tahap berikutnya. Hidayah indera juga bermuatan bimbingan yang sudah jadi. Ketika manusia melihat sesuatu dan mengetahui apa yang dilihatnya, sesungguhnya telah melalui suatu proses yang sangat kompleks. Manusia tidak menyadari bahkan tidak mampu mengambil bagian dalam tahapan proses tersebut. Demikian pula yang terjadi pada proses inderawi lainya.
3.        Hidayah Akal, هداية العقل
Hidayah akal dianugerahkan oleh Allah kepada manusia pada tahap berikutnya secara bertahap. Dengan akal inilah manusia mampu berfikir. Di atas kemampuan berfikir inilah manusia diberi kebebasan memilih, dan di atas kebebasan pilihan inilah manusia dituntut pertanggungjawaban (baca tulisan saya tentang amal sholeh di http://marufamir.blogspot.com/2011/04/amal-sholeh.html)
4.        Hidayah Agama, هداية الدين
Hidayah agama diturunkan oleh Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya, juga melalui Kitab Suci-Nya. Semua manusia mendapatkan hidayah agama, dan pada tahap paripurna Allah sudah menetapkan bahwa agama yang ditunjukkan kepada manusia adalah Islam. Manusia tidak dipaksa untuk menerima hidayah tersebut, tetapi dibebaskan untuk memilih, apakah mau menerima atau menolak hidayah agama yang benar sesuai petunjuk-Nya? Masing-masing pilihan tentu memiliki konsekwensi pertanggungjawaban yang berbeda.
5.        Hidayah Taufik,  هداية التوفيق
Hidayah taufik merupakan hidayah khusus yang dikaruniakan oleh Allah hanya kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Hidayah ini adalah pertolongan Allah untuk menyediakan kondisi yang kondusif bagi seseorang untuk memenuhi syarat mendapatkan upgrading kualitas diri. Seseorang menjadi sangat rindu kepada Allah, rindu kepada masjid dan shalat jamaah, rindu kepada Rasulullah, adalah sebuah contoh anugerah yang tidak dimiliki oleh semua orang yang sudah mendapat hidayah agama.
Seorang yang merasa ringan untuk menjadi orang taat, seorang yang menemukan kesempatan untuk bersedekah dan merasakan kenikmatan sedekah, seorang yang merasa bahagia ketika ikhlas memberikan pertolongan, seorang yang dengan mudah menyisihkan rasa iri dan dengki melihat kelebihan yang dimiliki orang lain, seorang yang sangat mudah memaafkan orang lain, seorang yang merasa ringan untuk menjadi rendah hati di tengah kehebatan yang dimilikinya, dan lain sebagainya adalah banyak contoh tentang hidayah taufik.
Tentunya hidayah taufik tersebut dianugerahkan di atas fondasi hidayah agama.

Tafsir Ayat ke-6 Al-Fatihah
Hidayah taufik inilah yang dimaksudkan di dalam ayat ke-6 surat al-Fatihah, yakni memohon pertolongan dari Allah agar berkenan menyediakan jalan yang mudah dan kondisi yang kondusif untuk upgrading kualitas diri. Hal itu memang pada dasarnya manusia memulai kehidupan dari titik minimal. Manusia kemudian berkembang dan meningkatkan dirinya, baik secara fisik, intelektual, maupun spiritualnya, termasuk di dalamnya dalam hal beriman, berislam, dan bertakwa. Seorang muslim hendaknya selalu berupaya agar dalam meniti usianya terus menapak ke tahap yang lebih baik, grade yang lebih tinggi. Itulah hikmah dari firman Allah yang senantiasa dinasehatkan kepada setiap muslim (QS. Ali Imran: 102), “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangalah kalian mati kecuali dalam kondisi kalian sebagai orang muslim!”.
Islam yang sempurna dan takwa yang sebenar-benarnya itulah pemahaman daripada jalan yang lurus (shirathal mustaqim). Namun karena kondisi paripurna tersebut tidak diterima secara instan, namun harus ditempuh melalui proses, maka digunakanlah istilah shirath (jalan). Proses upgrading diri itulah yang ditempuh oleh orang-orang istimewa yang oleh Al-Qur’an disebut sebagai orang-orang yang mendapat nikmat, yakni nikmat hidayah taufik.
Kini bisa dipahami bahwa memohon petunjuk jalan lurus yang dibaca dalam surat al-Fatihah tidak berarti seseorang yang tersesat jalan, yang tidak memiliki kompas, tidak memegang peta, dan tidak punya GPS, kemudian bertanya kesana kemari tentang arah yang benar dan jalan yang tersingkat dan aman menuju tujuannya. Do’a tersebut berarti orang yang sudah berada on the right track untuk mencapai tujuannya dan ingin meningkatkan kualitas diri, maka dia mencari pertolongan agar disediakan kondisi yang kondusif untuk maksudnya tersebut. Orang yang menghendaki upgrading statusnya dari reguler menjadi premium mestilah sudah terdaftar sebagai member, orang yang non member tidak memiliki hak untuk upgrading menjadi premium. Demikianlah analogi sederhananya.

Ikhtitam
Ulasan tentang hidayah dan tafsir ayat ke-6 surat al-Fatihah di atas diharapkan sudah bisa memberikan pemahaman kepada saudara-saudara seiman dan seislam bahwa pilihan kita sudah benar sehingga tidak perlu ragu lagi dan tidak boleh terganggu keyakinan kita oleh serangan kelompok agresor. Namun demikian, perlu diingatkan bahwa semestinya kita bertindak aktif dalam mewujudkan apa yang kita do’akan dalam bacaan al-Fatihah kita. Kita mesti melakukan usaha yang konstruktif sehingga do’a kita terkabul.
Wallahu a’lam.

Rujukan:
·        Al Mu’jam al Wasith
·        Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir
·        Shafwatut Tafasir
·        Tafsir al Manar

Taliwang, 31 Maret 2011
Amir Ma’ruf

0 komentar:

Posting Komentar